Jumat, 31 Mei 2013
Rabu, 29 Mei 2013
makalah geometri
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dengan
melihat besarnya jumlah kecelakaan yang ada di Indonesia keselamatan jalan
harus dipandang secara komprehensif dari semua aspek perencanaan, pekerjaan
pembuatan suatu jalan. Perencanaan Geometrik jalan merupakan salah satu
persyaratan dari perencanaan jalan yang merupakan rancangan arah dan
visualisasi dari trase jalan agar jalan memenuhi persyaratan selamat, aman,
nyaman, efisien. Tidak selalu persyaratan itu bisa terpenuhi karena adanya
faktor – faktor yang harus menjadi bahan pertimbangan antara lain keadaan
lokasi, topografi, geologis, tata guna lahan dan lingkungan. Semua faktor ini
bisa berpengaruh terhadap penetapan trase jalan karena akan mempengaruhi
penetapan Alinyemen Horisontal, Alinyemen Vertikal dan penampang melintang
sebagai bentuk efisiensi dalam batas persyaratan yang berlaku.
Berbagai penelitian tentang pengaruh
geometrik terhadap keamanan berkendara telah dilakukan di beberapa Negara namun
menghasilkan kesimpulan yang berbeda sehingga mendorong peneliti untuk
mengetahui lebih jauh hubungan geometri jalan dan keamanan berkendara beserta
karakteristiknya yang terjadi di Indonesia. Dalam makalah ini kami akan coba
mengangkat tema “ Tinjauan Alinyemen
Horisontal pada Pertigaan Jalan Brigjen Sudiarto – Terminal Bus Pucang Gading Surabaya“.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Kecelakaan bisa diakibatkan oleh
beberapa faktor yang mempengaruhi. Geometrik bisa menjadi faktor penyebab
terjadinya kecelakaan. Sejauh mana pengaruh keadaan geometrik jalan terhadap terjadinya kecelakaan, maka untuk
kepentingan penanggulangannya diperlukan adanya suatu pola yang dapat
menggambarkan karakteristik suatu jalan raya.
Didalam makalah ini akan dibahas
mengenai :
1. Pengertian
Geometrik jalan
2. Pengertian
Alinyemen Horisontal
3. Pengertian
Alinyemen Vertikal
4. Tinjauan
Alinyemen Horisontal
1.3 TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan makalah
ini antara lain :
1.
Memahami pengertian Geometrik jalan
2.
Memahami pengertian alinyemen horisontal
3.
Memahami contoh perhitungan keamanan alinyemen horisontal
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Geometrik jalan
Geometrik jalan adalah suatu bangun jalan
raya yang menggambarkan tentang bentuk/ukuran jalan raya baik yang menyangkut penampang
melintang, memanjang, maupun aspek lain yang terkait dengan bentuk fisik jalan.
Secara filosofis, dalam perencanaan (perancangan) bentuk geometrik jalan raya harus
ditetapkan sedemikian rupa sehingga jalan dapat memberikan pelayanan yang
optimal kepada lalu lintas sesuai dengan fungsinya.
Geometrik
jalan raya mencakup berbagai hal / ketentuan yang telah ditetapkan diantaranya
tentang Alinemen Vertikal jalan, Alinemen Horizontal jalan, Klasifikasi jalan,
bagian-bagian jalan serta hal-hal yang menyangkut teknis jalan lainnya
didasarkan pada UU No. 38/2004 tentang Jalan.
Faktor
– Faktor Dalam Perancangan Geometri Jalan
Tujuan utama perancangan geometri adalah
untuk menghasilkan jalan yang dapat melayani lalu lintas dengan nyaman, efisien
serta aman. Kapasitas suatu jalan merupakan suatu faktor pada jalan – jalan ,
dengan keselamatan merupakan suatu faktor yang dominan untuk jalan , yang
mempunyai kecepatan tinggi.
Elemen
– elemen utama perancangan geometri jalan adalah :
a.
Alinyemen
Horisontal
Alinyemen Horisontal terutama dititik
beratkan pada perencanaan sumbu jalan dimana akan terlihat jalan tersebut
merupakan jalan lurus, menikung ke kiri, atau ke kanan. Sumbu jalan terdiri
dari serangkaian garis lurus, lengkung berbentuk lingkaran dan lengkung
peralihan dari bentuk garis lurus kebentuk kebentuk lingkaran. Perencanaan
geometrik jalan memfokuskan pada pemilihan letak dan panjang dari bagian ini ,
sesuai dengan kondisi medan.
Besarnya radius lengkung horizontal
dipengaruhi oleh nilai kecepatan rencana, elevasi dan gaya gesek jalannya,
hindarkan merencanakan alinyemen horizontal jalan dengan mempergunakan radius
minimum karena akan menghasilkan lengkung yang paling tajam pada ruas jalan
tersebut sehingga pengemudi merasa tidak nyaman dengan kondisi ini. Besar
kecilnya radius lengkung horizontal disesuaikan dengan kecepatan rencana pada ruas
jalan tersebut, tabel dibawah ini menunjukkan besarnya radius lengkung
Horizontal dengan kecepatan rencananya.
b.
Alinyemen
Vertikal
Alinyemen Vertikal atau penampang
memanjang jalan disini akan terlihat apakah jalan tersebut tanpa kelandaian,
mendaki atau menurun. Pada perencanaan alinyemen Vertikal ini mempertimbangkan
bagaimana meletakkan sumbu jalan sesuai kondisi medan dengan memperhatikan
sifat operasi kendaraan, keamanan, jarak pandang, dan fungsi jalan.
Pada jalan – jalan berlandai dan volume
yang tinggi, seringkali kendaraan – kendaraan berat yang bergerak dengan
kecepatan di bawah kecepatan rencana menjadi penghalang kendaraan lain yang
bergerak dengan kecepatan sekitar kecepatan rencana, jenis kendaran yang sering
menjadi penghalang adalah jenis truk. Dalam perencanaan jalan prosentase turunan
/ kelandaian yang disarankan menggunakan landai datar untuk jalan – jalan diatas
tanah timbunan yang tidak mempunyai kereb. Lereng melintang jalan dianggap
cukup untuk mengalirkan air di atas badan jalan dan kemudian ke lereng jalan.
Landai 15 % dianjurkan untuk jalan – jalan diatas tanah timbunan dengan medan
datar dan menggunakan kereb. Kelandaian ini cukup membantu mengalirkan air
hujan ke inlet atau saluran pembuangan. Landai minimum sebesar 3 – 5 % dianjurkan
dipergunakan untuk jalan – jalan di daerah galian atau jalan yang memakai
kereb. Lereng melintang hanya cukup untuk mengalirkan air hujan yang jatuh
diatas badan jalan, sedangkan landai jalan dibutuhkan untuk membuat kemiringan dasar
saluran samping.
BAB
III
PEMBAHASAN
Evaluasi geometrik jalan dilakukan untuk
mengetahui apakah kondisi geometrik jalan yang ada masih dapat memenuhi syarat
atau tidak. Evaluasi dilakukan terhadap ketetapan jarak pandang, alinyemen
horisontal, alinyemen vertikal dan keterpaduan antara keduanya.
Alinyemen
Horisontal
Evaluasi alinyemen horinsontal ini
bertujuan untuk mengetahui apakah kondisi – kondisi yang ada masih memenuhi
syarat geometrik jalan. Syarat – syarat yang harus dipenuhi adalah :
Rc > Rminimum untuk kecepatan rencana dan jenis lengkung yang sesuai.
Rminimum
untuk Vr = 40 km/jam dengan lengkung peralihan adalah 60 m,sedangkan
untuk
Vr = 40 km/jam tanpa lengkung peralihan Rcmin = 250 m. (Tabel 2.30)
ex < e maks untuk perencanaan super elevasi dimana e maks = 8 %
Jarak antara 2 tikungan > ½ * ( Ltotal kedua tikungan) untuk dua buah
tikungan yang berdekatan.
Contoh
perhitungan evaluasi terhadap alinyemen horisontal.
* Lengkung full
circle Station PH1 0+541,75
-
Sudut tangen = 31 º
00 ’
-
Tc = 132 m
-
Rc = Tc = 132 =
476 m
tan1/ 2β.
tan1/ 2.31
BAB
IV
KESIMPULAN
Hubungan lebar jalan, alinyemen
horisontal dan vertikal serta jarak pandang dasarnya memberikan efek besar pada
keamanan berkendara. Umumnya lebih peka bila mempertimbangkan faktor – faktor
ini bersama – sama karena mempunyai efek psikologis pada para pengemudi dan mempengaruhi
pilihannya pada kecepatan gerak. Misalnya memperlebar alinyemen jalan yang
tadinya sempit dan tidak memenuhi persyaratan akan dapat mengurangi kecelakaan bila
kecepatan tetap sama setelah perbaikan jalan. Akan tetapi, kecepatan biasanya semakin
besar karena adanya rasa aman, sehingga laju kecelakaanpun meningkat. Perbaikan
superelevasi dan perbaikan permukaan jalan serta alinyemen yang dilaksanakan
secara terisolasi juga mempunyai kecenderungan yang sama untuk memperbesar laju
kecelakaan. Dari pertimbangan keselamatan, sebaiknya dilakukan penilaian
kondisi kecepatan yang mungkin terjadi setelah setiap jenis perbaikan jalan dan
mengecek lebar jalur, jarak pandang dan permukaan jalan semuanya memuaskan
untuk menaikkan kecepatan yang diperkirakan.
Pemilihan bahan untuk lapisan jalan yang
sesuai dengan kebutuhan lalu lintas dan menghindari kecelakaan selip tidak
kurang pentingnya dibanding pemilihan untuk tujuan – tujuan konstruksi. Tempat
– tempat yang mempunyai permukaan dengan bagian tepi yang rendah koefisien
gayanya beberapa kali lipat akan mudah mengalami kecelakaan selip dibanding
lokasi – lokasi lain yang sejenis yang mempunyai nilai – nilai yang tinggi. Hal
ini penting bila pengereman atau pembelokan sering terjadi , misalnya pada bundaran
jalan melengkung dan persimpangan pada saat mendekati tempat pemberhentian bis,
penyeberang dan pada jalan jalan miring, maka perlu diberi permukaan jalan yang
cocok.
Dalam menganalisis sebaiknya dilakukan
secara bersamaan antara pengaruh Lengkung Horisontal dan Naik Serta Turun Vertikal,
sehingga pengaruh terhadap angka kecelakaan bisa didapatkan suatu hubungan yang
signifikan / dapat ditekan seminimal mungkin.
Perlu penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui pola hubungan Angka Kecelakaan dengan berbagai karakteristik
kecelakaan yang ada. Untuk memperkaya studi empiris perlu diadakan studi
sejenis pada wilayah yang berbeda.
Saran
Sebagai seorang calon tenaga ahli teknik sipil yang professional, harus
dipahami bahwa menata suatu konstruksi ruas jalan dibutuhkan berbagai
perhitungan yang matang, akurat dan ketelitian yang tinggi agar faktor-faktor
yang dipersyaratkan dalam perencanaan pembangunan maupun peningkatan jalan
serta pelaksananaan pekerjaan dapat terpenuhi. Hal ini untuk menjaga kualitas
jalan dan faktor keselamatan sesuai dengan standard yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Direktorat Jenderal
Bina Marga, Peraturan Perencanaan Geometrik untuk Jalan Antar Kota No
038/T/BM/1997.
2.
Sukirman, S., (1994), Dasar
Dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Nova, Bandung.
3. Fachrurrozy.(2001),
Keselamatan Lalu Lintas ( Traffic Safety ), Universitas Gadjah
Mada,Yogyakarta.
4. Hamirhan
Saodang ., (2004), Geometrik Jalan, Nova, Bandung.
makalah geometri
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dengan
melihat besarnya jumlah kecelakaan yang ada di Indonesia keselamatan jalan
harus dipandang secara komprehensif dari semua aspek perencanaan, pekerjaan
pembuatan suatu jalan. Perencanaan Geometrik jalan merupakan salah satu
persyaratan dari perencanaan jalan yang merupakan rancangan arah dan
visualisasi dari trase jalan agar jalan memenuhi persyaratan selamat, aman,
nyaman, efisien. Tidak selalu persyaratan itu bisa terpenuhi karena adanya
faktor – faktor yang harus menjadi bahan pertimbangan antara lain keadaan
lokasi, topografi, geologis, tata guna lahan dan lingkungan. Semua faktor ini
bisa berpengaruh terhadap penetapan trase jalan karena akan mempengaruhi
penetapan Alinyemen Horisontal, Alinyemen Vertikal dan penampang melintang
sebagai bentuk efisiensi dalam batas persyaratan yang berlaku.
Berbagai penelitian tentang pengaruh
geometrik terhadap keamanan berkendara telah dilakukan di beberapa Negara namun
menghasilkan kesimpulan yang berbeda sehingga mendorong peneliti untuk
mengetahui lebih jauh hubungan geometri jalan dan keamanan berkendara beserta
karakteristiknya yang terjadi di Indonesia. Dalam makalah ini kami akan coba
mengangkat tema “ Tinjauan Alinyemen
Horisontal pada Pertigaan Jalan Brigjen Sudiarto – Terminal Bus Pucang Gading Surabaya“.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Kecelakaan bisa diakibatkan oleh
beberapa faktor yang mempengaruhi. Geometrik bisa menjadi faktor penyebab
terjadinya kecelakaan. Sejauh mana pengaruh keadaan geometrik jalan terhadap terjadinya kecelakaan, maka untuk
kepentingan penanggulangannya diperlukan adanya suatu pola yang dapat
menggambarkan karakteristik suatu jalan raya.
Didalam makalah ini akan dibahas
mengenai :
1. Pengertian
Geometrik jalan
2. Pengertian
Alinyemen Horisontal
3. Pengertian
Alinyemen Vertikal
4. Tinjauan
Alinyemen Horisontal
1.3 TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan makalah
ini antara lain :
1.
Memahami pengertian Geometrik jalan
2.
Memahami pengertian alinyemen horisontal
3.
Memahami contoh perhitungan keamanan alinyemen horisontal
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Geometrik jalan
Geometrik jalan adalah suatu bangun jalan
raya yang menggambarkan tentang bentuk/ukuran jalan raya baik yang menyangkut penampang
melintang, memanjang, maupun aspek lain yang terkait dengan bentuk fisik jalan.
Secara filosofis, dalam perencanaan (perancangan) bentuk geometrik jalan raya harus
ditetapkan sedemikian rupa sehingga jalan dapat memberikan pelayanan yang
optimal kepada lalu lintas sesuai dengan fungsinya.
Geometrik
jalan raya mencakup berbagai hal / ketentuan yang telah ditetapkan diantaranya
tentang Alinemen Vertikal jalan, Alinemen Horizontal jalan, Klasifikasi jalan,
bagian-bagian jalan serta hal-hal yang menyangkut teknis jalan lainnya
didasarkan pada UU No. 38/2004 tentang Jalan.
Faktor
– Faktor Dalam Perancangan Geometri Jalan
Tujuan utama perancangan geometri adalah
untuk menghasilkan jalan yang dapat melayani lalu lintas dengan nyaman, efisien
serta aman. Kapasitas suatu jalan merupakan suatu faktor pada jalan – jalan ,
dengan keselamatan merupakan suatu faktor yang dominan untuk jalan , yang
mempunyai kecepatan tinggi.
Elemen
– elemen utama perancangan geometri jalan adalah :
a.
Alinyemen
Horisontal
Alinyemen Horisontal terutama dititik
beratkan pada perencanaan sumbu jalan dimana akan terlihat jalan tersebut
merupakan jalan lurus, menikung ke kiri, atau ke kanan. Sumbu jalan terdiri
dari serangkaian garis lurus, lengkung berbentuk lingkaran dan lengkung
peralihan dari bentuk garis lurus kebentuk kebentuk lingkaran. Perencanaan
geometrik jalan memfokuskan pada pemilihan letak dan panjang dari bagian ini ,
sesuai dengan kondisi medan.
Besarnya radius lengkung horizontal
dipengaruhi oleh nilai kecepatan rencana, elevasi dan gaya gesek jalannya,
hindarkan merencanakan alinyemen horizontal jalan dengan mempergunakan radius
minimum karena akan menghasilkan lengkung yang paling tajam pada ruas jalan
tersebut sehingga pengemudi merasa tidak nyaman dengan kondisi ini. Besar
kecilnya radius lengkung horizontal disesuaikan dengan kecepatan rencana pada ruas
jalan tersebut, tabel dibawah ini menunjukkan besarnya radius lengkung
Horizontal dengan kecepatan rencananya.
b.
Alinyemen
Vertikal
Alinyemen Vertikal atau penampang
memanjang jalan disini akan terlihat apakah jalan tersebut tanpa kelandaian,
mendaki atau menurun. Pada perencanaan alinyemen Vertikal ini mempertimbangkan
bagaimana meletakkan sumbu jalan sesuai kondisi medan dengan memperhatikan
sifat operasi kendaraan, keamanan, jarak pandang, dan fungsi jalan.
Pada jalan – jalan berlandai dan volume
yang tinggi, seringkali kendaraan – kendaraan berat yang bergerak dengan
kecepatan di bawah kecepatan rencana menjadi penghalang kendaraan lain yang
bergerak dengan kecepatan sekitar kecepatan rencana, jenis kendaran yang sering
menjadi penghalang adalah jenis truk. Dalam perencanaan jalan prosentase turunan
/ kelandaian yang disarankan menggunakan landai datar untuk jalan – jalan diatas
tanah timbunan yang tidak mempunyai kereb. Lereng melintang jalan dianggap
cukup untuk mengalirkan air di atas badan jalan dan kemudian ke lereng jalan.
Landai 15 % dianjurkan untuk jalan – jalan diatas tanah timbunan dengan medan
datar dan menggunakan kereb. Kelandaian ini cukup membantu mengalirkan air
hujan ke inlet atau saluran pembuangan. Landai minimum sebesar 3 – 5 % dianjurkan
dipergunakan untuk jalan – jalan di daerah galian atau jalan yang memakai
kereb. Lereng melintang hanya cukup untuk mengalirkan air hujan yang jatuh
diatas badan jalan, sedangkan landai jalan dibutuhkan untuk membuat kemiringan dasar
saluran samping.
BAB
III
PEMBAHASAN
Evaluasi geometrik jalan dilakukan untuk
mengetahui apakah kondisi geometrik jalan yang ada masih dapat memenuhi syarat
atau tidak. Evaluasi dilakukan terhadap ketetapan jarak pandang, alinyemen
horisontal, alinyemen vertikal dan keterpaduan antara keduanya.
Alinyemen
Horisontal
Evaluasi alinyemen horinsontal ini
bertujuan untuk mengetahui apakah kondisi – kondisi yang ada masih memenuhi
syarat geometrik jalan. Syarat – syarat yang harus dipenuhi adalah :
Rc > Rminimum untuk kecepatan rencana dan jenis lengkung yang sesuai.
Rminimum
untuk Vr = 40 km/jam dengan lengkung peralihan adalah 60 m,sedangkan
untuk
Vr = 40 km/jam tanpa lengkung peralihan Rcmin = 250 m. (Tabel 2.30)
ex < e maks untuk perencanaan super elevasi dimana e maks = 8 %
Jarak antara 2 tikungan > ½ * ( Ltotal kedua tikungan) untuk dua buah
tikungan yang berdekatan.
Contoh
perhitungan evaluasi terhadap alinyemen horisontal.
* Lengkung full
circle Station PH1 0+541,75
-
Sudut tangen = 31 º
00 ’
-
Tc = 132 m
-
Rc = Tc = 132 =
476 m
tan1/ 2β.
tan1/ 2.31
BAB
IV
KESIMPULAN
Hubungan lebar jalan, alinyemen
horisontal dan vertikal serta jarak pandang dasarnya memberikan efek besar pada
keamanan berkendara. Umumnya lebih peka bila mempertimbangkan faktor – faktor
ini bersama – sama karena mempunyai efek psikologis pada para pengemudi dan mempengaruhi
pilihannya pada kecepatan gerak. Misalnya memperlebar alinyemen jalan yang
tadinya sempit dan tidak memenuhi persyaratan akan dapat mengurangi kecelakaan bila
kecepatan tetap sama setelah perbaikan jalan. Akan tetapi, kecepatan biasanya semakin
besar karena adanya rasa aman, sehingga laju kecelakaanpun meningkat. Perbaikan
superelevasi dan perbaikan permukaan jalan serta alinyemen yang dilaksanakan
secara terisolasi juga mempunyai kecenderungan yang sama untuk memperbesar laju
kecelakaan. Dari pertimbangan keselamatan, sebaiknya dilakukan penilaian
kondisi kecepatan yang mungkin terjadi setelah setiap jenis perbaikan jalan dan
mengecek lebar jalur, jarak pandang dan permukaan jalan semuanya memuaskan
untuk menaikkan kecepatan yang diperkirakan.
Pemilihan bahan untuk lapisan jalan yang
sesuai dengan kebutuhan lalu lintas dan menghindari kecelakaan selip tidak
kurang pentingnya dibanding pemilihan untuk tujuan – tujuan konstruksi. Tempat
– tempat yang mempunyai permukaan dengan bagian tepi yang rendah koefisien
gayanya beberapa kali lipat akan mudah mengalami kecelakaan selip dibanding
lokasi – lokasi lain yang sejenis yang mempunyai nilai – nilai yang tinggi. Hal
ini penting bila pengereman atau pembelokan sering terjadi , misalnya pada bundaran
jalan melengkung dan persimpangan pada saat mendekati tempat pemberhentian bis,
penyeberang dan pada jalan jalan miring, maka perlu diberi permukaan jalan yang
cocok.
Dalam menganalisis sebaiknya dilakukan
secara bersamaan antara pengaruh Lengkung Horisontal dan Naik Serta Turun Vertikal,
sehingga pengaruh terhadap angka kecelakaan bisa didapatkan suatu hubungan yang
signifikan / dapat ditekan seminimal mungkin.
Perlu penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui pola hubungan Angka Kecelakaan dengan berbagai karakteristik
kecelakaan yang ada. Untuk memperkaya studi empiris perlu diadakan studi
sejenis pada wilayah yang berbeda.
Saran
Sebagai seorang calon tenaga ahli teknik sipil yang professional, harus
dipahami bahwa menata suatu konstruksi ruas jalan dibutuhkan berbagai
perhitungan yang matang, akurat dan ketelitian yang tinggi agar faktor-faktor
yang dipersyaratkan dalam perencanaan pembangunan maupun peningkatan jalan
serta pelaksananaan pekerjaan dapat terpenuhi. Hal ini untuk menjaga kualitas
jalan dan faktor keselamatan sesuai dengan standard yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Direktorat Jenderal
Bina Marga, Peraturan Perencanaan Geometrik untuk Jalan Antar Kota No
038/T/BM/1997.
2.
Sukirman, S., (1994), Dasar
Dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Nova, Bandung.
3. Fachrurrozy.(2001),
Keselamatan Lalu Lintas ( Traffic Safety ), Universitas Gadjah
Mada,Yogyakarta.
4. Hamirhan
Saodang ., (2004), Geometrik Jalan, Nova, Bandung.
Selasa, 28 Mei 2013
berat jenis
No
|
Nama Material
|
Berat jenis
|
|
1
|
Pasir
|
1400
|
kg/m3
|
2
|
Kerikil, Koral, Split
(kering/lembab)
|
1800
|
kg/m3
|
3
|
Tanah, Lempung
(kering/lembab)
|
1700
|
kg/m3
|
4
|
Tanah, Lempung
(basah)
|
2000
|
kg/m3
|
5
|
Batu Alam
|
2600
|
kg/m3
|
6
|
Batu Belah, Batu
Bulat, Batu Gunung
|
1500
|
kg/m3
|
7
|
Batu Karang
|
700
|
kg/m3
|
8
|
Batu Pecah
|
1450
|
kg/m3
|
9
|
Pasangan Bata Merah
|
1700
|
kg/m3
|
10
|
Pasangan Batu Belah,
Bulat, Gunung
|
2200
|
kg/m3
|
11
|
Pasangan Batu Cetak
|
2200
|
kg/m3
|
12
|
Pasangan Batu Karang
|
1450
|
kg/m3
|
13
|
Kayu (Kelas I)
|
1000
|
kg/m3
|
14
|
Beton
|
2200
|
kg/m3
|
15
|
Beton Bertulang
|
2400
|
kg/m3
|
16
|
Besi Tuang
|
7250
|
kg/m3
|
17
|
Baja
|
7850
|
kg/m3
|
18
|
Timah Hitam/ Timbel
|
11400
|
kg/m3
|
Berat Jenis
SYARAT-SYARAT TEKNIS PEKERJAAN ASPAL
SYARAT-SYARAT TEKNIS
PEKERJAAN ASPAL
Pasal 1
Lingkup Pekerjaan
(1) Lingkup
pekerjaan ini terdiri dari penyediaan semua peralatan, tenaga kerja, alat-alat
perlengkapan dan pelaksanaan semua pekerjaan aspal, dan pekerjaan lain yang
berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan aspal sesuai dengan ketentuan dan
persyaratan dalam kontrak.
(2) Pesyaratan
yang disebutkan berikut ini akan berlaku secara umum dan meliputi semua
pekerjaan aspal kecuali untuk pekerjaan-pekerjaan yang disyaratkan secara
khusus.
Pasal 2
Umum
(1) Pembatasan
cuaca.
Aspal hotmix akan
dipasang hanya dibawah kondisi cuaca kering dan bilamana permukaan pekerjaan
dalam keadaan kering juga.
(2) Pengendalian
lalu lintas
a. Pengendalian
lalu lintas akan dilaksanakan oleh kontraktor yang sesuai dengan syarat-syarat
umum kontrak dan disetujui oleh Pengawas Lapangan, serta dilakukan
tindakan-tindakan pencegahan untuk memberi petunjuk dan mengendalikan lalu
lintas selama pelaksanaan pekerjaan.
b. Menempatkan
rambu-rambu untuk keamanan kerja seperti cone fibregalass, pita pengaman dan
bendera tanda-tanda yang ditempatkan pada lokasi kerja dan pada jalur lalu
lintas kendaraan pada posisi strategis yang mudah dilihat serta menempatkan
petugas pengatur lalu lintas.
c. Harus
dibuat penyediaan untuk pekerjaan yang harus dilaksanakan dengan separuh lebar
perkerasan, kecuali disediakan satu pengalihan lapangan yang sesuai sehingga
disetujui oleh Pengawas Lapangan.
d. Tidak
ada lalu lintas yang akan diizinkan melintas di atas permukaan jalan yang baru
selesai sampai lapis permukaan aspal hotmix dipadatkan sepenuhnya sampai sesuai
pesyaratan dan dapat diterima oleh Pengawas Lapangan. Kecepatan lalu lintas di
atas permukaan yang barus diaspal harus dibatasi sampai 15 km/jam untuk waktu
paling sedikit selama 48 jam sesudah penyelesaian. Kontraktor harus
bertanggungjawab untuk semua akibat dari lalu lintas yang diizinkan lewat,
sementara pekerjaan lapangan sedang berlangsung.
(3) Pekerjaan
Penyempurnaan
Lapis permukaan dari
aspal hotmix harus diselesaikan sesuai dengan persyaratan spesifikasi dan
mendapat persetujuan Pengawas Lapangan. Luas permukaan yang tidak memenuhi
dengan persyaratan dan yang dianggap tidak distujui oleh Pengawas
Lapangan harus diperbaiki dengan cara menyingkirkan dan mengganti,
menambah lapisan tambahan dan atau cara lain yang dipandang perlu oleh Pengawas
Lapangan.
Pasal 3
Bahan-bahan
(1) Agregat
a. Agregat
kasar
Agregat kasar terdiri
dari batu atau kerikil pecah atau campuran yang sesuai dari batu pecah dengan
kerikil alami yang bersih. Gradasi agregat kasar harus sesuai dengan tabel
berikut :
Ukuran Saringan (mm)
|
Persentasi Lolos Atas berat
|
19,0
12,5
9,5
4,75
0,075
|
100
30 – 100
0 – 55
0 – 10
0 – 1
|
b. Agregat
halus
Agregat halus terdiri
dari pasir alam atau batu tersaring dalam kombinasi yang cocok, dan harus
bersih dari gumpalan lempung dan benda-benda lain yang harus dibuang.
Gradasi agregat halus harus sesuai dengan tabel berikut :
Ukuran Saringan (mm)
|
Persentasi Lolos Atas berat
|
9,5
4,75
2,36
0,6
0,075
|
100
90 – 100
80 – 100
25 – 100
3 – 11
|
c. Filler
Bahan filler terdiri dari debu batu sabak atau
semen, serta harus bebas dari suatu benda yang harus dibuang. Filler berisi
ukuran partikel yang 100 % lolos saringan 0,60 mm dan tidak kurang dari 75 %
atas berat partikel yang lolos saringan 0,075 mm.
d. Syarat-syarat
kualitas agregat kasar
Agregat kasar yang
digunakan unyuk aspal hotmix harus memenuhi syarat kulaitas seperti pada tabel
berikut :
Uraian
|
Batas test
|
Kehilangan berat karena abrasi
(500 putaran)
Penahan aspal sesudah pelapisan
dan pengelupasan
|
Maksimum 40 %
Minimum 95 % 80 – 100
|
(2) Bahan
Aspal
a. Bahan
aspal harus AC-10 aspal hotmix gradasi kekentalan (kurang lebih ekivalen kepada
Pen 60/70 memenuhi persyaratan AASHTO M 226.
b. Suatu
bahan penyatu (adhesive) dan anti pengelupasan harus ditambahkan kepada bahan
aspal, jika diminta demikian oleh pengawas lapangan, Bahan tambahan tersebut
harus satu jenis yang disetujui oleh pengawas lapangan dan harus ditambahkan
dan dicampur sesuai dengan petunjuk Pabrik Pembuat.
Pasal 4
Persyaratan Campuran
(1) Komposisi
Campuran
a. Campuran
aspal tersebut terdiri dari agregat, filler, mineral dan bahan aspal. Komposisi
rencana berada dalam batas-batas rencana yang diberikan pada tabel berikut :
Fraksi Rencana Campuran
|
Presentase Atas Berat Total Campuran Aspal
|
Fraksi agregat kasar
(> 2,36 mm)
Fraksi agregat halus
(2,36 mm – 0,075 mm)
Fraksi filler
|
30 – 50
39 – 59
4,5 – 7,5
|
Kandungan Aspal ( % total campuran atas volume)
|
|
Kandungan aspal efektif
-
Minimum 6,2
Kandungan aspal
diserap
- Maksimum 1,7
Total kandunganaspal
sebenarnya
- Minimum 6,7
Tebal film
aspal
- Minimum 8 micron
|
b. Pebandingan
campuran dan formula campuran pelaksanaan ditentukan dalam CMP.
(2) Sifat-sifat
Campuran
Sifat-sifat campuran yang dari CMP (Instalasi
Campur Pusat) diberikan pada tabel berikut:
Sifat-sifat Campuran
|
Pengukuran
|
Batas
|
Kandungan rongga udara
campuran padat
Tebal film aspal
Kuosien Marshal
Stabilitas Marshal
|
% atas volume total campuran
Micron
Kn/nm
Kg
|
4 % - 6 %
Minimum 8
1,8 – 5,0
550 - 1250
|
Pasal 5
Pelaksanaan Pekerjaan
(1) Peralatan
Pelaksanaan
a. Jenis
peralatan dan methoda operasi harus sesuai dengan daftar peralatan dan instalasi
produksi yang telah disetujui dan menurut petunjuk lebih lanjut Pengawas
Lapangan. Pada umumnya peralatan yang harus dipilih untuk penyebaran dan
penyelesaian harus paver (perata) bertenaga mesin yang mampu bekerja sampai
garis dan ketinggian yang diperlukan dengan penyediaan untuk pemanasan,
screeding dan sambungan perata campuran aspal hotmix. Akan tetapi dimana satu
paver (perata) tidak dapat diperoleh dan tergantung kepada instruksi Pengawas
Lapangan, pemasangan dan penyebaran dapat dilakukan dengan tenaga kerja,
menggunakan garukan, sekop dan gerobak dorong.
b. Jenis
peralatan berikut ini akn dipilih untuk penyebaran, pemadatan dan penyelesaian.
1. Alat
Pengangkutan
Sejumlah truk
angkutan yang cukup harus disediakan untuk mengangkut campuran aspal yang
sesuai dengan program pekerjaan yang telah disetujui.Truk-truk tersebut harus dilengkapi dengan dasar
logam rata ketat, dibersihkan dan yang sebelumnya dilapisi minyak bakar
2. Alat
untuk penyebaran dan penyelesaian
Bilamana diminta demikian didalam daftar penawaran
dan daftar unit produksi, peralatan untuk penyebaran dan penyelesaian harus
satu paver betenaga mesin sendiri yang mampu bekerja sampai ke garis, tingkat
dari penampang melintang yang diperlukan dan dapat memenuhi
persyaratan-persyaratan terhadap volume dan penampilan kualitas
3. Peralatan
Pemadatan
- Mesin gilas roda
baja(mesin gilas roda 3 atau tandem 6 – 10 ton)
- Sebuah mesin gilas
dan bertekanan dengan ban dipompa mencapai tekanan 8,5 kg/cm2 dan dengan
penyediaan untuk ballast dari 1500 kg – 2500 kg muatan per roda.
4. Peralatan
untuk menyemprot lapis aspal resap pelekat atau lapis aspal pelekat
Sebuah
distributor/penyemprot aspal bertekanan harus disediakan dengan penyediaan
untuk pemanasan aspal.
(2) Penyiapan
Lapangan
a. Penyiapan
lokasi
1) Sebelum
dilakukan pembongkaran aspal terebih dahulu dilakukan pengukuran lokasi yang
akan dikerjakan sesuai dengan gambar kerja
2) Lokasi
diberi tanda berupa cat sesuai dengan batas ukuran yang ditentukan dan harus
mendapat persetujuan dari Pengawas Lapangan. Lokasi yang rusak yang akan
diperbaiki harus dibongkar dengan hati-hati sesuai dengan batas tanda yang
diberikan, pembongkaran dilakukan harus berbentuk persegi empat, sisi daerah
yang dibongkar harus tegak lurus dan rata.
3) Aspal
bekas bongkaran harus diangkut keluar lokasi kerja dan dibuang pada tempat yang
ditentukan dan lobang yang dibongkar harus dibersihkan dari material lepas.
4) Sebelum
dilapisi dengan tack/prime coat bagian yang diperbaiki harus terlebih dahulu
dibersihkan dengan kompresor sehingga bebas dari debu dan kotoran yang
lepas
b. Pemasangan
di atas lapisan pondasi atas
1) Bilamana
memasang di atas pondasi, maka pondasi tersebut bentuk dan profilnya harus sama
benar dengan yang diperlukan untuk penampang melintang dan dipadatkan
sepenuhnya sampai mendapat persetujuan Pengawas Lapangan
2) Sebelum
memasang aspal hotmix, pondasi lapangan tersebut harus dilapisi dengan aspal
resap pelekat pada tingkat pemakaian 0,6 l/m2 atau tingkat lainnya menurut
perintah Pengawas Lapangan
c. Pemasangan
di atas satu permukaan aspal yang ada
1) Bilamana
pemasangan tersebut sebagai satu lapis ulang terhadap satu permukaan aspal yang
ada, setiap kerusakan pada permukaan perkerasan yang ada, termasuk
lubang-lubang, bagaian amblas, pinggiran hancur dan cacat permukaan lainnya
harus dibetulkan dan diperbaiki sampai disetujui Pengawas Lapangan
2) Sebelum
pemasangan aspal hotmix, permukaan yang ada harus kering dan dibersihkan dari
semua batu lepas dan bahan lain yang harus dibuang dan akan dilabur dengan
aspal perekat yang disemprotkan pada tingkat pemakaian tidak melebihi 0,5 l/m2
kecuali diperintahkan lain oleh Pengawas Lapangan.
(3) Penyebaran
a. Penyebaran
dengan mesin
1) Sebelum operasi
pengerasan dimulai, screed paver harus dipanaskan dan campuran aspal harus
dimasukkan/dituang ke dalam paver pada satu temperatur di dalam batas-batas
antara 140º - 110º C.
2) Selama
pengoperasian paver, campuran aspal tersebut harus disebarkan dan diturunkan
sampai ketingkat, ketinggian dan bentuk penampang melintang yang diperlukan di
atas seluruh lebar perkerasan yang sepantasnya.
3) Paver tersebut
harus beroperasi pada satu kecepatan yang tidak menimbulkan retak-retak pada
permukaan, cabik-cabik atau ketidakteraturan lainnya dalam permukaan. Tingkat
penyebaran harus sebagaimana yang disetujui oleh Pengawas Lapangan memenuhi
tebal rencana.
4) Jika suatu segresi,
penyobekan atau pencungkilan permukaan akan terjadi, paver tersebut harus
dihentikan dan tidak boleh berlapangan kembali sampai penyebabnya ditemukan dan
diperbaiki. Penambahan yang kasar atau bahan yang telah segresi harus dibuat
betul dengan menyebarkan bahan halus (fines) serta digaruk dengan baik. Akan
tetapi penggarukan harus dihindarkan sejauh mungkin dan partikel kasar tidak
boleh disebarkan di atas permukaan yang disecreed.
b. Penyebaran
dengan tenaga manusia
1) Harus
disediakan tenaga kerja yang cukup untuk memungkinkan truk angkutan dibongkar
muatannya, serta campuran aspal panas tesebut disebarkan dengan penundaan
minimum. Bilamana truk-truk atap datar digunakan untuk pengiriman, campuran
tersebut harus dibongkar muatannya dengan sekop dan dituangkan secara tegak di
atas lintasan lapangan sedemikian sehingga menimbulkan sgresi sedikit mungkin.
Tidak boleh ada coba-coba dilakukan untuk menyebar campuran tersebut di
atas permukaan yang disecreed.
2) Campuran
aspal tersebut harus disebarkan dengan sekop dan garuk yang digunakan
berpasangan untuk merapihkan permukaan secara final. Papan penggun lapangan
atau batang lurus akan digunakan untuk mengatur permukaan diantara papan
screed.
3) Dimana
diperlukan untuk penyebaran tangan, kedua papan pinggir dan papan punggung
lapangan harus dipasang dan campuran aspal harus disebarkan, bekerja dari
pinggir menuju ke papan tengah dan kedepan dari sambungan melintang. Penyebaran
harus dilaksanakan untuk menghasilkan suatu permukaan yang seragam tanpa
segresi.
(4) Pemadatan
Lapisan Aspal
a. Pengendalian
suhu
1) Secepatnya
setelah campuran tersebut telah disebarkan dan menurun, permukaan tersebut
harus diperiksa dan setiap kualitas tidak baik harus diperbaiki
2) Suhu
campuran lepas terpasang harus dipantau dan penggilasan akan dimulai ketika
suhu campuran tersebut turun dibawah 110º C dan harus diselesaikan sebelum suhu
turun di bawah 65º C.
3) Penggilasan
campuran tersebut akan terdiri dari operasi terpisah, bekerja sedekat mungkin
kepada urutan penggilasan berikut ini:
Waktu sesudah Penghamparan
|
Suhu Penggilasan ºC
|
|
1. Tahapawal penggilasan
|
0 – 10 menit
|
110 – 100
|
2. Penggilasankedua/antara
|
10 – 20 menit
|
100 – 80
|
3. Penggilsan akhir
|
20 – 45 menit
|
80 – 65
|
b. Prosedur
pemadatan
1) Tahap
awal penggilasan dan penggilasan final akan dikerjakan semuanya dengan mesin
gilas roda baja. Penggilasan kedua atau penggilasan antara akan dilakukan
dengan sebuah mesin gilas ban pneumatic. Mesin gilas pemadatan akan beroperasi
dengan roda kemudi sedekat mungkin ke paver.
2) Kecepatan
mesin gilas tidak boleh melebihi 4 km/jam untuk mesin gilas roda baja, dan 6
km/jam untuk mesin gilas ban pneumatic serta akan selalu cukup lambat untuk
menghindari penggeseran campuran panas. Garis penggilasan tidak boleh terlalu
berubah-ubah atau arah penggilasan berbalik secara tiba-tiba yang akan
menimbulkan pergeseran campuran.
3) Penggilasan
kedua atau penggilasan antara mengikuti sedekat sepraktis mungkin di belakang
penggilasan pemadatan awal dan harus dilaksanakan sementara campuran tersebut
masih pada satu temperatur bahwa akan menghasilkan pemadatan maksimum.
Penggilasan akhir akan dikerjakan bilamana bahan tersebut masih dalam kondisi
cukup padat dikerjakan untuk membuang semua tanda-tanda bekas mesin gilas.
4) Penggilasan
akan dimulai secara memanjang pada sambungan dan dari pinggiran sebelah luar
yang akan berlangsung sejajar dengan sumbu lapangan, penggilasan dimulai dari
sisi rendah maju menuju sisi tinggi. Lintasan berikutnya dari mesin gilas akan
bertumpang tindih pada paling sedikit separuh lebar mesin gilas dan lintasan
tidak boleh berhenti pada titik-titik ditempat satu meter dari titik ujung
lintasan-lintasan tersebut.
5) Bila
menggilas sambungan memanjang, mesin gilas pemadat pertama-tama harus bergerak di
atas lintasan yang sudah dilewati sebelumnya sedemikian sehingga tidak lebih
dari 15 cm dari roda kemudi jalan/lewat di atas pinggir perkerasan yang tidak
terpadatkan. Mesin gilas haru terus menerus sepanjang jalur ini menggeser
posisinya sedikit demi sedikit menyilang sambungan tersebut dengan lintasan
berikutnya, sampai diperoleh satu sambungan yang dipadatkan rapih secara
menyeluruh.
6) Penggilasan
akan bergerak maju secara terus-menerus sebagaimana diperlukan untuk
mendapatkan pemadatan yang seragam selama waktu bahwasanya campuran tersebut
dalam kondisi dapat dikerjakan dan sampai semua tanda-tanda bekas mesin gilas,
roda-roda tersebut harus dijaga selalu basah tetapi air yang berlebihan tidak
diizinkan.
(5) Penyelesaian
a. Alat
berat atau meisn gilas tidak diizinkan berdiri di atas permukaan yang baru
selesai sampai permukaan tersebut mendingin secara menyeluruh dan matang.
b. Permukaan
aspal hotmix sesudah pemadatan harus halus dan rata kepada punggung lapangan
dan tingkat yang ditetapkan di dalam toleransi yang ditentukan. Setiap campuran
yang menjadi lepas-lepas dan hancur, bercampur dengan kotoran atau yang telah
menjadi tidak sempurna dalam setiap arah, harus dipadatkan segera untuk
menyesuaikan dengan luas disekitarnya dan setiap luas yang menunjukkan
kelebihan atau kekurangan bahan aspal atas instruksi Pengawas Lapangan akan
disingkirkan dan diganti. Semua tempat tinggi, sambungan tinggi, bagian yang
amblas dan rongga-rongga udara harus diselesaikan sebagaimana diminta oleh
Pengawas Lapangan.
c. Sementara
permukaan tersebut sedang dipadatkan dan diselesaikan, kontraktor harus
memperbaiki pinggiran-pinggiran dalam garis secara rapih. Setiap bahan-bahan
yang berlebih harus dipotong lurus setelah penggilasan final, dan dibuangoleh
kontraktor sehingga disetujui oleh Pengawas Lapangan.
(6) Penyelsaian
sambungan
Tidak boleh ada campuran yang dipasang pada bahan
ujung yang sudah digilas sebelumnya kecuali ujung tersebut tegak atau telah
dipotong kembali dsampai satu permukaan tegak. Satu penyiraman aspal yang
digunakan untuk permukaan-permukaan kontak harus dipaki tepat sebelum tambahan
campuran dipasang terhadap bahan yang digilas sebelumnya.
Pasal 6
Pekerjaan Pengupasan
dan Pengisian (Scrapping and Filling)
(1). Umum
Pekerjaan ini
mencakup penkerjaan penyiapan tenaga, peraltan, material, pembongkaran
permukaan jalan, pembersihan, penyemprotan lapis perekat (tack coat) pengisian
lubang, pemadatan sesuaiketentuan atau petunjuk Pengawas Lapangan.
(2). Material
a. Lapis
Perekat (tack coat)
Material lapis perekat menggunakan material
sebagaimana dijelaskan pada pasal yang mengatur tentang pekerjaan lapis perekat
.
b. Material
Pengisi
Untuk material
pengisi menggunakan asapal beton sebagaimana dijelaskan pada pasal yang
mengatur tentang pekerjaan pelapisan aspal permukaan
(3). Peralatan
Kontraktor harus menyediakan peraltan yang layak
digunkan untuk pelaksanaan pekerjaan meliputi :
a. Peralatan
Pemotong
Kontraktor harus menyediakan minimum 1 unit
gergaji mesin pemotong aspal/beton yang mampu memotong hingga kedalaman 7 cm
b. Peralatan
Pembongkar
Kontraktor harus menyediakan minimum 2 unit jack
hummer dengan masing-masing kompresornya, yang mampu membersihkan, membongkar,
meratakn lokasi-lokasi yang belum/tidak rata.
c. Peralatan
Pengupas
Kontraktor harus menyediakan minimum 1 unit mesin
pengupas (cold milling machine) dengan lebar 2 meter dan mampu mengupas sampai
setebal 10 cm aspal dengan mata pemotong (cutter bit) yang memiliki keausan
kurang dari 40 %. Bila diperlukan, maka 1 unit mesin pengupas dengan
lebar 80 – 100 cm harus disediakan.
d. Peralatan
perata
Kontraktor harus menyediakan peralatan mesin
perata (grader) dengan mata pisau yang baik, lurus dan tajam.
e. Peralatan
Penyapu
Kontraktor harus menyediakan minimum 1 unit sapu
baja mekanis (power broom) dengan keausan kurang dari 10 % dari panjang asli
dan permukaan sapu harus rata.
f. Kompressor
Kontraktor harus menyediakan minimum 2 unit
kompresor secara khusus (tidak untuk menjalankan peralatan lain) dengan
kapsitas 7 atm, guna pembersihan permukaan.
g. Truk
pengankut
Kontraktor harus menyediakan truk pengangkut dengan
kapasitan cukup sehingga tidak adal penumpukan material bongkaran di lapangan,
penyediaan truk ini harus khusus untuk mengangkut dan membuang / menempatkan
material bongkaran dan sebelum selesainya kegiatan pembongkaran, truk
pengangkut tidak boleh dipergunakan untuk keperluan lainnya,
h. Peralatan
Pengaspalan
Kontraktor harus menyediakan peralatan untuk
pelaksanaan pengaspalan mengikuti ketentuan yang daiatur dalam pasal untuk
peralatan lapis perekat dan pasal untuk peralatan pengaspalan.
i. Alat
Bantu Lain
Kontraktor harus menyediakan alat bantu lain
berupa gerobak pengangkut, sraight-edge, termometer logam dengan kapasitas 80º
- 200º C, pengki, sapu lidi, sekop, cangkul, belincong dan alat bantu lainnya
untuk memudahkan pelaksanaan pekerjaan.
(4). Pelaksanaan
Pekerjaan
a. Pembongkaran dan pembersihan.
1) lokasi
permukaan jalan yang akan dibongkar harus ditandai dan dicatat lokasi bongkaran
(STA ..... + ..... ), dimensi lebar, panjang dan rencana ketebalan bongkaran
(data dicantumkan setelah selesai pembongkaran.
2) Batas
bongkaran harus dipotong dengan menggunakan gergaji mesin pemotong aspal untuk
menhasilkan permukaan (vertikal) yang tegak lurus.
3) Jack
hummer digunakan untuk pembongkaran dan perataan lokasi yang telah dipotong.
4) Pengupasan
lapisan permukaan jalan harus menggunakan peralatan mesin pengupas (cold
milling machine)
5) Pembongkaran
harus dilakukan sehingga lapisan yang rusak terangkat/terbongkar dan harus
dilakukan sedemikan rupa sehingga tidak memperlemah struktur yang masih baik.
6) Alur-alur
yang terjadi akibat cold milling harus diratakan dengan menggunakan mesin
perata/grader.
7) Pembersihan
permukaan hasil pembongkaran harus segera dilakukan dengan sapu baja (power
broom) setelah selesainya perataan agar material yang berpotensi lepas
benar-benar lepas dan agar material pembongkaran tidak melekat/menempel
kembali.
8) Selanjutnya
pembersihan harus dilakukan dengan kompresor agar material halus benar-benar
tidak menempel pada permukaan
9) Material
hasil bongkaran adalah milik PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I, Belawan
International Container Terminal dan harus ditempatkan / dibuang ke luar lokasi
pekerjaan sesuai dengan lokasi yang ditunjuk. Material bongkaran tidak
dibenarkan dibuang di lokasi sekitar jalan yang dikerjakan.
b. Penyemprotan lapis perekat (tack coat )
Permukaan hasil
pembongkaran setelah dibersihkan apabila telah kering selajutnya dapat
disemprot dengan material lapis perekat (tack coat) secara merata. Pada permukaan (vertikal) potongan harus
diberi lapis perekat.
c. Penghamparan Material Pengisi &
Pemadatan
Bila kondisi lapis perekat (tack coat) sudah
setting, material pengisi dapat segera dihampar dan dipadatkan. Pengisian
dan pemadatan harus dilakukan sedemikian sehingga permukaan yang diperbaiki
tersebut mempunyai kerataan yang sama dengan permukaan jalan di sekitarnya.
Khusus untuk pengupasan dan pengisian (scrapping and filling ) maka pemadatan
dengan tire roller harus dilakukan lebih berat dari pengaspalan biasa, demikian
pula dengan finish rolling-nya. Untuk lubang dengan kedalam lebih dari 10 cm
dapat diisi dengan material base (pondasi) dari jenis Cement Trated Base
(CTB)
(5). Pengukuran
Hasil Pekerjaan
Jumlah hasil
pekerjaan yang dihitung dalam pembayaran untuk pengupasan (scrapping) adalah
jumlah meter kubik (m³), liter untuk lapis perekat (tack coat) serta tonase
padat terhampar untuk aspal beton pengisi yang telah disetujui/diterima baik
oleh Pengawas Lapangan.
Pasal 7
Pekerjaan Lain-lain
(1) Dalam
pelaksanaan pekerjaan agar tidak merusak bangunan yang ada, kontraktor
bertanggungjawab terhadap keamanan dari setiap fasilitas yang digunakan,
kerusakan yang terjadi akibat pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan kontraktor
menjadi tanggungjawab kontraktor.
(2) Kontraktor
wajib memperbaiki dan merapikan kembali apabila ada kekurangan dari pekerjaan
dan pekerjaan-pekerjaan kecil lainnya yang bersifat penyempurnaan hasil
pekerjaan.
(3) Seluruh
sisa bahan pekerjaan harus dibersihkan dan diangkut ke luar lokasi kerja.
(4) Seluruh biaya atas
pelaksaaan pekerjaan ini menjadi tanggungjawab kontraktor sepenuhnya. Pengawas
Lapangan menerima pekerjaan ini dalam keadaan siap untuk
dipergunakan.
Subscribe to: Post Comments (Atom)
Entri Populer
DAFTAR
ANALISA HARGA SATUAN PEKERJAAN untuk dowload klik link berikut
http://www.4shared.com/office/8HnY2EZv/RAB_perluasan_wor...
http://www.4shared.com/office/Ks0MYrZe/daftar_analisa_Sni_2010__1_.html
PONDASI TIANG PANCANG
(PILE FOUNDATION) Pondasi tiang pancang (pile foundation) adalah bagian dari
struktur yang digunakan untuk men...
RENCANA ANGGARAN
BIAYA • Contoh : (Analisa A3) •
Untuk menggali tanah 1 m3 dan digali tidak
lebih dari 1 m dan diratak...
B A B
III SYARAT-SYARAT TEKNIS YANG BERSIFAT UMUM Pasal 1 Ketentuan Umum
1.1 Kontraktor harus melaksa...
DAFTAR ISI BAB
I PENDAHULUAN 1.1 Latar
Belakang 1.2 Jenis Kegiatan
1.3 Lokasi Proyek 1.4 ...
http://www.4shared.com/office/00yY9kMx/daftar_harga_BOW_2010.html
3
.4 PERENCANAAN PEKERJAAN ABUTMENT
3.4.1. PONDASI Sesuai dengan gambar gambar rencana, maka untuk
pondasi Abutmen dibuat d...
BAB IV SYARAT-SYARAT
TEKNIS PEKERJAAN ASPAL Pasal 1 Lingkup Pekerjaan (1)
Lingkup pekerjaan ini
terdiri dari p...
RENCANA KERJA DAN
SYARAT-SYARAT ( R K S ) PEMBANGUNAN RUMAH DINAS KETUA DPRD KOTA BALIKPAPAN TA
2008 PEMERINTAH KOTA BALIKPAPAN DINAS PEKERJ...
Langganan:
Postingan (Atom)